Selama 10 tahun terakhir produksi minyak bumi di Indonesia menunjukkan kecenderungan penurunan, dari 346 juta barel (949 ribu bph) pada tahun 2009 menjadi sekitar 283 juta barel (778 ribu bph) di tahun 2018 (DEN, 2019). Penyebabnya antara lain kondisi sumur-sumur di Indonesia yang semakin tua. Di sisi lain, kebutuhan terhadap energi semakin meningkat, yang salah satunya disebabkan pertambahan penduduk yang meningkatkan pertumbuhan kebutuhan penduduk terhadap energi.
Selain itu, peningkatan infrastruktur dan peningkatan teknologi pendukung untuk menyediakan energi yang lebih bersih dan efisien di semua negara dapat memicu pertumbuhan positif serta membantu mengurangi dampak lingkungan (Institute for Essential Services Reform, 2019)
Energi merupakan penggerak perekonomian dan prasyarat dalam pembangunan. Ketersediaan energi yang cukup dan terjangkau dapat mendukung pemenuhan kebutuhan dasar seperti pangan, pelayanan kesehatan, pendidikan yang berkualitas, yang mendukung pembangunan manusia berkualitas. Penyediaan akses energi yang lebih luas di daerah dan desa terpencil, di mana akses energinya sangat terbatas, telah berkontribusi pada peningkatan pendapatan masyarakat secara nyata (Mursanti dan Tumiwa, 2019)
Rasio elektrifikasi merupakan indikator yang digunakan pemerintah untuk mengukur jangkauan penyediaan energi di Indonesia, yang didefinisikan sebagai jumlah rumah yang tersambung dengan listrik tanpa melihat kualitas penyediaan listrik yang diterima. Sampai tahun 2019, tidak semua desa di Indonesia teraliri listrik. Data Kementerian Desa. PDT dan Transmigrasi menunjukkan bahwa, pada hingga tahun 2019, sebanyak 1.667 desa di Indonesia yang mencakup 258.252 keluarga sama sekali tidak memiliki fasilitas kelistrikan.
Dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik, PLN merencanakan untuk melanjutkan penyediaan listrik desa sesuai dengan Road Map Listrik Desa 2017 – 2021 sebagai bagian dari upaya mencapai target elektrifikasi sebesar 99,7% pada 2025.
Strategi listrik desa yang diambil adalah melakukan perluasan jaringan distribusi yang sudah ada dan membangun pembangkit energi terbarukan serta pembangkit hibrid untuk desa-desa yang sangat terpencil serta penggunaan pembangkit berbahan bakar minyak/BBM (PLN, 2017). Program listrik desa pada tahun 2019 menargetkan 1.746 desa, seperti pada Tabel 1.
Tabel 1. Program Listrik Desa 2017-2019
Desa | 2016 | 2017 | 2018 | 2019 |
Program Listrik Desa Reguler | 625 | 3.486 | 2.960 | 1.746 |
Program 2510 | 85 | 88 | 938 | 1.395 |
Total | 710 | 3.574 | 3.898 | 3.141 |
Sumber: PLN, 2017
Oleh karena itu, untuk memenuhi kebutuhan penduduk terhadap energi, serta untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, sebagaimana komitmen global, pemerintah mendorong untuk meningkatkan peran energi baru dan terbarukan secara terus menerus sebagai bagian upaya menjaga ketahanan dan kemandirian energi. Sesuai PP No. 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional, target bauran energi baru dan terbarukan pada tahun 2025 paling sedikit 23% dan 31% pada tahun 2050.
Indonesia mempunyai potensi energi baru terbarukan yang cukup besar untuk mencapai target bauran energi primer tersebut, seperti terlihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Potensi Energi Terbarukan
Tenaga Air | 94,3 GW |
Panas Bumi | 28,5 GW |
Bioenergi | PLT Bio: 32,6 GW |
BBN: 200 Ribu bph | |
Surya | 207,8 GW |
Angin | 60,6 GW |
Energi Laut | 17,9 GW |
Sumber: DEN, 2019
Tujuan SDGs Desa ini memastikan semua orang memiliki akses terhadap energi terbarukan. Capaian tujuan ini sampai tahun 2030 dapat diukur dengan beberapa indikator, di antaranya: konsumsi listrik rumah tangga di Desa mencapai minimal 1.200 KwH; Rumah tangga di Desa menggunakan gas atau sampah kayu untuk memasak; penggunaan bauran energyi terbarukan di desa.